Beranda | Artikel
Waktu Luang dan Dzikir
Selasa, 18 Juli 2017

Bismillah.

Salah satu cara untuk mengisi waktu luang adalah dengan berdzikir. Dzikir atau mengingat Allah merupakan sebab ketenangan hati dan bertambahnya iman. Dengan ingat kepada Allah maka Allah pun akan mengingat kita. Dzikir bagi hati laksana air bagi seekor ikan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya seperti perbedaan antara orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR. Bukhari)

Di dalam riwayat Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, “Perumpamaan rumah yang digunakan untuk mengingat Allah dengan rumah yang tidak digunakan untuk mengingat Allah adalah seperti perbandingan antara orang yang hidup dengan orang mati.”

Hal ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya dzikir bagi setiap insan. Disebutkan pula oleh Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu’anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berdzikir kepada Allah dalam segala kondisi. Ketika ditanya tentang bentuk amal yang paling utama, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa salah satu amal paling utama itu adalah ‘anda meninggal dalam keadaan lisan anda basah karena dzikir kepada Allah’.

Dzikir kepada Allah sungguh penting dalam hidup ini. Salah satu ciri kaum beriman adalah apabila diingatkan dengan nama Allah maka hatinya menjadi takut, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya iman mereka bertambah. Orang yang beriman selalu menjaga dzikir sementara orang munafik tidak berdzikir kepada Allah kecuali sedikit. Salah satu orang yang diberi keistimewaan pada hari kiamat dengan mendapatkan naungan dari Allah adalah seorang yang berdzikir kepada Allah saat sendiri lalu berlinanglah air matanya.

Dzikir mungkin ringan di lisan tetapi berat di atas timbangan. Seperti ucapan ‘subhanallahi wa bihamdihi, subhanallahil ‘azhim’ ringan di lisan dan berat di timbangan bahkan dicintai oleh ar-Rahman. Imam Bukhari rahimahullah mencantumkan hadits mengenai bacaan ini di akhir kitab Sahih-nya yaitu Sahih Bukhari. Hal ini tentu mengisyaratkan kepada kita betapa agungnya dzikir itu.

Dzikir yang paling utama -sebagaimana dijelaskan oleh para ulama- adalah yang bersesuaian antara apa yan diucapkan dengan lisan dengan isi hatinya. Dzikir yang termulia adalah ucapan laa ilaha illallah dan itulah cabang keimanan yang paling tinggi dan paling utama. Allah telah menjanjikan bagi kaum lelaki beriman dan perempuan beriman yang banyak mengingat Allah dengan ampunan dan pahala yang sangat besar.

Salah satu bentuk dzikir adalah belajar ilmu agama. Oleh sebab itu para ulama disebut sebagai ahli dzikir dan majelis ilmu juga dinamakan dengan majelis dzikir; yang disebut sebagai taman-taman surga oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pengaruh dzikir begitu dahsyat bagi hati dan keimanan. Oleh sebab itu para ulama pun membuat tulisan dan buku khusus mengenai dzikir. Seperti Imam Nawawi dalam kitabnya al-Adzkar, dan juga para ulama lain semacam Ibnul Qayyim dalam kitabnya al-Wabil ash-Shayyib.

Tidak diragukan lagi bahwa kebutuhan setiap muslim untuk berdzikir jauh di atas segala kebutuhan. Dzikir adalah ruh bagi amal-amal salih. Dzikir adalah pilar penegak ibadah dan pondasi ketaatan. Sa’id bin Jubair rahimahullah mengatakan, “Hakikat dzikir itu adalah taat kepada Allah. Barangsiapa taat kepada-Nya berarti telah berdzikir kepada-Nya. Dan barangsiapa yang tidak taat kepada-Nya bukanlah dia orang yang berdzikir kepada-Nya, walaupun dia memperbanyak bacaan tasbih, tahlil, dan tilawah al-Qur’an.”

Semoga tulisan yang singkat ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/waktu-luang-dan-dzikir/